Tampilkan postingan dengan label aqidah akhlak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label aqidah akhlak. Tampilkan semua postingan

Busana Muslim

Salah satu kebutuhan yang sangat vital bagi setiap manusia adalah pakaian. Karena, pakaian adalah salah perangkat yang menunjukkan tingkat keberadaban seseorang atau satu kelompok manusia. Dan pakaian ini tentunya merupakan salah satu perkara yang juga terdapat di dalam ajaran agama umat muslim (Islam) di seluruh penjuru dunia. Seiring terus berkembangnya kehidupan dan pola pikir manusia,akhirnya pakaian tersebut telah melebarkan istilah menjadi busana. Pelebaran tersebut juga didukung dengan melebarnya produk yang kemudian berada dalam jangkauan busana tersebut.

Pakaian atau busana biasanya hanya terbatas pada baju/kaos/kemeja dan sejenisnya, serta celana/rok dan sejenisnya saja. Sedangkan busana memiliki cakupan yang jauh lebih luas dari pakaian. Secara bahasa, busana adalah segala sesuatu yang menempel pada tubuh dari ujung rambut hingga unjung kaki. Sedangkan secara istilah, busana merupakan pakaian berikut segala perlengkapannya yang biasa digunakan setiap hari dari ujung rambut hingga ujung kaki. Perlengkapan pakaian dapat berupa sepatu, topi, sandal, tas, serta segala jenis pernik dan perhiasan/aksesoris yang menyertai atau melekat padanya (yang digunakannya).

Setidaknya, Islam telah mengenalkan pakaian atau busana dengan menggunakan tiga macam istilah sebagaimana terdapat di dalam Al Quran, yaitu, libas, tsiyab, dan sarabil. Di dalam Al Quran, kata libas diarahkan pada pakaian yang bersifat lahiriyah maupun batiniah. Kemudian Al Quran menggunakan kata tsiyab untuk menunjukkan pakaian yang bersifat lahiriah. Kata tsiab ini berasal dari kata tsaub yang artinya adalah “kembali”, yaitu kembali pada keadaan awalnya, atau pada keadaan yang susuai dengan ide dasarnya.

Pada dasarnya, tujuan penggunaan busana atau pakaian hanyalah sebatas sebagai pelindung tubuh dari panas (sengatan matahati) dan dari rasa dingin. Namun, seiring perkembangan kehidupan dan pola pikir manusia, serta masuknya dan semakin tingginya nilai-nilai keagamaan dan keberadaban, maka tujuan penggunaan pakaian atau busana pun turut meluas. Pada perkembangannya, busana merupakan salah satu faktor yang turut menentukan nilai-nilai kemanusiaan seseorang. Dan busana, pada akhirnya juga turut menentukan agama dan nilai keagamaan dalam diri seseorang.

Masyarakat biasa menyebut pakaian atau busana yang bisa dikenakan oleh umat muslim dengan nama busana muslim. Dan busana muslim ini merupakan salah satu perkembangan dari tujuan penggunaan busana itu sendiri. Busana muslim tidak hanya berfungsi untuk menutupi atau melindungi tubuh dari panasnya sengatan sinar matahari, tetapi juga berfungsi sebagai penutup aurat dan sarana ibadah kepada Allah swt.

Islam sebagai agama yang sempurna dan menyeluruh tentu saja tidak melupakan masalah busana muslim itu sendiri, karena Islam juga merupakan satu-satunya agama yang memiliki aturan yang ketat dalam urusan busana. Banyak sekali dalil-dalil yang menerangkan masalah busana muslim tersebut, yang di antaranya adalah sebagai berikut:

"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang-orang mukmin: 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal dan oleh kerananya mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.'" (QS. Al Ahzab: 59).

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) Nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An Nur : 31)

Hadits riwayat Aisyah ra., bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk menjumpai Rasulullah Muhammad saw dengan pakaian yang tipis, lantas Rasulullah saw berpaling darinya dan berkata: "Hai Asma, sesungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai usia haid (akil baligh) maka tak ada yang layak terlihat kecuali ini, " sambil beliau menunjuk wajah dan telapak tangan. (HR. Abu Dawud dan Baihaqi)

Dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu 'anhu, dia menceritakan.
"Artinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat orang laki-laki yang bersikap seperti wanita dan wanita seperti laki-laki".
Sedangkan dalam riwayat yang lain disebutkan.
"Artinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat orang laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki". (Hadits Riwayat Bukhari)

Rasulullah Muhammad saw bersabda: "Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya: Laki-laki yang tangan mereka menggenggam cambuk yang mirip ekor sapi untuk memukuli orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang dan berlenggak-lenggok. Kepalanya bergoyang-goyang bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk surge dan tidak pula mencium baunya. Padahal sesungguhnya bau surge itu bisa tercium dari jarak sekian dan sekian." (HR. Muslim)

Melihat beberapa dalil di atas, jelaslah bahwa Islam memiliki peraturan tersendiri untuk menentukan busana muslim yang boleh dan harus dipergunakan, dan yang tidak boleh dipergunakan oleh umat muslim itu sendiri. Dan dalil-dalil di atas juga mengisyaratkan bahwa busana muslim bukanlah busana ibadah saja, yang artinya adalah hanya digunakan ketika hendak beribadah (Sholat) saja. Dan busana muslim bukanlah busana yang hanya dipergunakan pada saat hari-hari besar saja (Idul Fitri, misalnya). Busana muslim adalah busana hidup, yang dipergunakan sepanjang hidupnya.

Sampai saat ini, berbagai perancang busana baik yang muslim maupun nonmuslim telah berlomba-lomba untuk membuat dan mengeluarkan produk-produk busana muslim yang dinamis. Hal ini tentunya juga didorong oleh adanya keinginan pasar atau konsumen yang menginginkan busana muslim yang dinamis, yang nyaman dan tidak itu-itu saja.

Berbagai jenis dan model busana muslim dapat dengan mudah kita temui di toko-toko atau pasar-pasar, baik di toko busana muslim maupun toko busana umum, di pasar-pasar tradisional maupun di pasar moderen.

Kehadiran busana muslim yang saat ini semakin beragam, tentunya turut membantu dalam syiar Islam. Tidak ada lagi istilah yang mengatakan bahwa busana muslim itu kampungan, membosankan, nggak gaul, dan lain-lain. Justru, busana muslim saat ini semakin banyak diminati oleh berbagai kalangan masyarakat muslim. Karena memang saat ini busana muslim memiliki model dan jenis yang beragam, yang dapat menuruti kemauan konsumen.

Berbagai jenis busana muslim yang saat ini telah banyak beredar dan selalu mengalami modifikasi di antaranya adalah gamis, blouse, rok panjang, baju koko, kerudung, jilbab, manset, kopiah atau peci, sarung, dan berbagai pernik/atribut/perhiasan/aksesoris yang melekat atau melengkapinya. Produk-produk busana muslim tersebut telah banyak mengalami perubahan, dan tentunya tersedia pula dalam berbagai merek, ukuran, bahan, corak, warna, harga, dan lain-lain. Intinya, busana muslim hingga saat ini telah mengalami perkembangan yang sangat baik, dan tentunya telah turut berperan dalam syiar Islam.

Begitu banyaknya pilihan busana muslim yang tersedia di pasaran, telah memudahkan umat muslim untuk memilih dan menggunakan busana muslim yang sesuai dengan keinginan dan kemampuan ekonominya. Di luar itu, tentunya umat muslim juga harus lebih berhati-hati dalam menentukan pilihan. Artinya, tentu saja harus diimbangi dengan ilmu pengetahuan dari si pengguna busana muslim tersebut. Si pengguna atau konsumen hendaknya mengerti betul mengenai syarat-syarat busana muslim yang benar-benar sesuai dengan kaidah Islam. Sehingga mereka tidak terjebak pada silaunya busana muslim tersebut, yang justru akan menjatuhkannya pada kemurkaan Allah swt.

www.syahadat.com

ISMAIL DAN JULIET

Cinta adalah bahasa hati yang tumbuh nan indah disanubari
Cinta adalah kemampuan untuk melepas dan mendapatkan
Cinta adalah kekuatan untuk memiliki dan mengakhiri
Cinta adalah kemampuan untuk berkorban
Cinta adalah keikhlasan memberi
Cinta adalah ………………

Sepertinya makna cinta begitu megah, layaknya samudra yang begitu luas, yang Allah ciptakan dengan cinta, dikala malam semua bintang berkelip seakan menjadi maskara di atas mata alam yang begitu indah, semua dicipta bukan dengan Cuma-Cuma, pasti ada makna dibalik semua.

Layaknya cinta Ibrahim yang harus melepas putra kesayangannya untuk dapat membuktikan cintanya kepada Allah, putra yang ia idam-idamkan selama bertahun-tahun dan diminta untuk disembelih ketika ia sedang asyik menyayanginya. Jika kita berpikir realistis, cinta mana yang nampak dalam hati kita, jika kita menghadapi kondisi seperti Ibrahim? mungkinkah kita akan menyembelih anak kesayangan kita atau kita akan mengingkari perintah Allah?

Itu semua tergantung nilai keimanan yang ada dalam diri kita. Makin tinggi iman seseorang makin tinggi pula ujian yang diberikan kepadanya, seperti pohon yang menjulang tinggi maka tiupan angin dan beban kehidupan yang diberikan kepadanya makin tinggi pula ketimbang perdu atau rerumputan.

Hal yang paling berkesan dan membuat kita patut belajar dari kejadian ini adalah ketika Ibrahim berkata kepada Ismail yang diabadikan dalam surat Ash Shaaffat ayat 102 “Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” dan Ismail pun mejawab “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Dan dalam referensi lain Ismail pun berkata ”wahai ayah ketika akan menyembelihku tolong kau asah pisau itu hingga tajam, tutup mataku dan hadapkan wajahku kearah tanah, setelah engkau menyembelihku, jika bajuku penuh dengan percikan darah maka berikanlah baju itu kepada ibu”. Ismail begitu cerdas jiwanya, keikhlasanya membuat ruhnya bercahaya, cinta yang dia pilih adalah cinta abadi, cinta yang dapat menghatarkan diri dan keluarganya pada derajat kenabian.

Lain halnya ketika kita bicara tentang romantika cinta yang diungkap dalam novel romeo and juliet dari beragam versi yang beredar di sekitar kita. Yang terungkap disana hanyalah Ketika orang jatuh cinta maka dia akan menyatu dengan objek cintanya, semua unsur seakan sama, begitupun ketika romeo menyentuh hati juliet, gurun yang begitu panas seketika disulap menjadi salju yang berkilauan. Hati mereka kuat terikat, lembut mengalun untuk mengarungi hidup bersama namun apalah daya penomena keluarga menghantarkan cinta mereka pada konflik romantik. Perseteruan dua keluarga tidak disikapi dengan bijaksana, orang tua Romeo dan Juliet tidak bersikap demokratis tidak seperti Ibrahim kepada Ismail, segala persoalan yang berkaitan dengan hayat hidup anaknya, Ibrahim akan menanyakan kepada Ismail.

Romeo dan Juliet, cinta mereka terdampar diantara keinginan untuk memiliki dan mengakhiri, namun komitmen hati tak bisa dipungkiri, memilih untuk memiliki adalah yang utama walau harus menentang orang tua sekalipun. Hati mereka menyatu menyentuh bunga untuk gugur diatas air mata mereka, tetesan embun adalah suara hati mereka yang terdalam, sendu sayup seperti angin malam yang begitu dingin. Kegelisahan begitu kuat diatas kepala mereka dan membunuh realita serta fakta yang ada di depan mata. Kehampaan mulai menghantui diri untuk mengakhiri hidup disaat semua usaha tidak lagi menyatukan cinta mereka, mengakhiri hidup adalah cara yang di tempuh Romeo dan Juliet untuk mengabadikan cinta mereka. Mereka tidaklah mati karena cinta, justru mereka mati untuk cinta mereka. Cinta yang mereka anggap suci dan selalu abadi.

Dan dihadapan Allah dan Rasulnya apakah kita tidak termasuk orang yang Syirik jika kita menjadikan Cinta sebagai tuhan kita, dan rela mati untuknya???

Lalu, dimanakah cinta sebenarnya? Cinta ada di antara semua. Cinta ada karena ada cinta, karena cinta selalu membuka tangannya bagi siapa saja yang ingin menyentuhnya. Cinta Allah kepada makhluk-Nya, cinta makhluk kepada-Nya dan cinta makhluk kepada makhluk lainnya.

www.lingkarcahaya.com

‘Azl Dalam Pandangan Islam

Dalam pandangan Islam, hubungan seksual adalah satu perkara yang memang tidak dapat lepas dari kehidupan manusia, terutama dalam kehidupan rumah tangga. Dan tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa kualitas dan kuantitas hubungan seksual merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh besar dalam menjaga keharmonisan rumah tangga. Meskipun bukan satu-satunya faktor, namun realitanya hubungan seksualitas telah menempati posisi yang sangat vital.

Berbicara mengenai hubungan seksual dalam kehidupan rumah tangga, ada satu perkara yang cukup menarik perhatian banyak pihak, yaitu perkara ‘Azl. Apakah yang dimaksud dengan ‘Azl dan bagaimanakah pandangan Islam mengenai ‘Azl tersebut?

‘Azl adalah mengeluarkan sperma di luar vagina isteri. Ketika sang suami merasakan tanda-tanda (merasakan) akan keluarnya sperma ketika sedang menggauli isterinya, seketika ia menarik kemaluannya dari dalam vagina, kemudian mengeluarkan sperma tersebut di luar vagina sang isteri. Dengan demikian, kemungkinan besar tidak akan terjadi pembuahan di rahim sang isteri. Wallahua’lam.

‘Azl ini kemudian juga banyak dikenal dengan istilah senggama terputus, atau ada juga yang menyebutnya dengan KB alami. Lalu, bagaimanakah pandangan Islam mengenai ‘Azl tersebut, apakah Islam memperbolehkan atau melarang?

Dalam hal ini, ‘Azl memang satu perkara yang diperbolehkan dalam ajaran Islam. Pembolehan ini berdasarkan pada banyaknya nash-nash yang tidak melarang ‘Azl ketika banyak pengaduan mengenai perkara ‘Azl yang terjadi di masa Rasulullah saw.

“Kami pernah melakukan ‘azal pada masa Rasulullah saw, sementara pada saat itu al-Qur’an masih turun.” Ini merupakan riwayat dari ‘Atha yang berasal dari Jabir dan dikeluarkan oleh Imam Bukhari. Kemudian, Jabir juga berkata:

“Kami pernah melakukan ‘azal pada masa Rasulullah saw? Hal itu disampaikan kemudian sampai kabarnya kepada beliau, dan Rasulullah tidak melarang kami”.

Dalam riwayat di atas, Rasulullah saw tidak melarang perkara ‘Azl yang dilakukan oleh para sahabat di zaman beliau. Hal tersebut dapat dilihat pada pernyataan bahwa Rasulullah saw tidak melarang ataupun marah ketika ia mendengar kabar bahwa banyak dari para sahabat yang melakukan ‘Azl. Dan tidak ada firman Allah swt yang melarang perkara ‘Azl, padahal pada waktu itu Al Quran masih dan tetap turun. Dalil inilah yang turut memperkuat hukum pembolehan ‘Azl dalam ajaran Islam.

Selain riwayat di atas, masih ada lagi riwayat-riwayat lain yang secara tidak langsung merupakan pernyataan pembolehan Rasulullah saw untuk melakukan ‘Azl. Bahkan jika diperhatikan merupakan bentuk anjuran yang dapat dilakukan dalam keadaan tertentu.

“Sesungguhnya seorang laki-laki pernah menjumpai Rasulullah saw seraya berkata, sebetulnya saya mempunyai seorang jariyah (budak wanita). Ia adalah pelayan kami sekaligus tukang menyiram kebun kurma kami. Saya sering menggaulinya, tetapi saya tidak suka jika sampai ia hamil. Mendengar itu kemudian Nabi saw bersabda: "Jika engkau mau lakukanlah azal kepadanya, karena sesungguhnya akan sampai juga kepada wanita itu apa yang memang telah ditakdirkan oleh Allah baginya.”"

Pada riwayat di atas, ternyata Rasulullah saw membolehkan seseorang untuk melakukan ‘Azl manakala ia belum atau tidak menginginkan terjadinya pembuahan atau kehamilan. Di sini kita temukan kembali bahwa ternyata Islam membolehkan perkara ‘Azl. Namun, bagaimanapun usaha kita untuk mencegah atau menghentikan terjadinya pembuahan (kehamilan), semua tetap saja berada dalam kendali Allah swt. Bagaimanapun kita melakukan ‘Azl, jika Allah swt menghendaki terjadinya pembuahan, maka terjadilah pembuahan tersebut, sebagaimana petikan riwayat di atas yang berbunyi “Jika engkau mau lakukanlah azal kepadanya, karena sesungguhnya akan sampai juga kepada wanita itu apa yang memang telah ditakdirkan oleh Allah baginya.”.

Kemudian, satu riwayat lagi yang turut memperkuat hukum diperbolehkannya ‘Azl dalam ajaran Islam, yang telah diriwiyatkan oleh Imam Muslim dari Abu Sa’id. Berikut ini adalah riwayat yang dimaksud:

“Kami pernah keluar bersama-sama Rasulullah saw dalam perang Bani Mustholiq. Kami memperoleh tahanan dari kalangan orang Arab. Kami memiliki hasrat kepada para wanita, karena kami merasa berat hidup membujang, sementara kami menyukai azal. Oleh karena itu kami menanyakan hal ini kepada Rasulullah saw. Beliau menjawab: “Mengapa kalian tidak melakukannya? Sebab sesungguhnya Allah saw telah menetapkan apa yang memang akan diciptakan-Nya sampai hari kiamat.”

Berdasarkan dalil-dalil di atas, telah sama-sama kita ketahui bahwa ‘Azl merupakan satu perkara yang tidak diharamkan di dalam ajaran agama Islam. Islam memperbolehkan umatnya untuk melakukan ‘Azl, sebagaimana Rasulullah saw memperbolehkan ‘Azl kepada para sahabat di zamannya.

Saudaraku, ‘Azl memang satu perkara yang diperbolehkan dalam ajaran agama Islam. Namun, hendaknya ‘Azl ini menjadi pertimbangan yang matang, karena hal ini menyangkut masalah kepuasan isteri tercinta. Dan unsur kepuasan dalam hubungan suami isteri inilah yang termasuk ke dalam salah satu faktor pemicu dingin atau hangatnya kehidupan suami isteri dan rumah tangga.

Ketika sang suami melakukan ‘Azl, maka sudah dipastikan bahwa hal tersebut akan mengurangi atau bahkan mungkin menghilangkan puncak kenikmatan sang isteri. Kepuasan dan kenikmatan berhubungan seksual sang isteri akan menggantung dan hilang, sementara sang suami tetap akan merasakan kenikmatan dan kepuasan tersebut.

Dalam melakukan hubungan seksual, suami maupun isteri memiliki hak yang sama, yaitu sama-sama berhak untuk merasakan kepuasan dan kenikmatan. Lalu, bagaimana kaitannya dengan ajaran Islam yang memperbolehkan melakukan ‘Azl? Dalam hal ini, tentunya komunikasi yang baik antara suami dan isteri menjadi kunci permasalahan. Hendaknya suami hanya melakukan ‘Azl dengan izin sang isteri. Jangan sampai seorang suami melakukan ‘Azl tanpa seizin isterinya, karena hal ini tentu saja akan menghilangkan haknya sebagai isteri yang sama-sama berhak untuk merasakan kenikmatan dan kepuasaan biologis. Hasrat sang suami harus dipenuhi oleh sang isteri, begitu pula sebaliknya.

Imam Ahmad dan lain-lain mengikrarkan, bahwa ‘Azl diperkenankan apabila isterinya mengizinkan. Sedangkan Umar ibnu Khattab ra dalam salah satu riwayat berpendapat, bahwa ’Azl itu dilarang kecuali dengan seizin isteri. Pendapat para Imam besar dalam dunia Islam dan sahabat Rasulullah saw tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan ‘Azl, bahwa Islam hanya mengizinkan seorang suami untuk melakukan’Azl dengan izin isterinya.

Saudaraku, Islam memang tidak mengharamkan perkara ‘Azl. Namun demikian, sekiranya tiada satu alasan darurat yang dapat dibenarkan, hendaknya ‘Azl tidak dilakukan. Karena, pada dasarnya Islam lebih mengutamakan untuk memperbanyak keturunan, sebagaimana sabda Rasulullah saw berikut:

“Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak.” (HR. Abu Dawud).

“Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya jumlahmu di tengah umat yang lain.” (HR. Abdurrazak dan Baihaqi).

Wallahua’lam

www.syahadat.com


si TAAT dan si JAHAT

Dahula kala…bahkan sampai saat ini…

ada seorang ayah yang memiliki dua anak...
anak yang satu bernama TAAT...
dan yang kedua bernama JAHAT...
si TAAT selalu menuruti semua perintah dan larangan ayahnya, selalu membantu ayah dan ibunya, mengerti akan tugas-tugasnyanya, tidak pernah membuat ayah dan ibunya marah, selalu bersikap hormat, penyantun, lembut dalam bertutur kata........
sedangkan si JAHAT hampir selalu melawan perintah dan larangan ayah dan ibunya, malas bekerja dan membantu orang tua, suka membuat orangtuanya jengkel, arogan, ucapannya suka kasar dan kotor...

suatu ketika...
baik si TAAT maupun si JAHAT sama-sama mengajukan permintaan...
kebetulan permintaan keduanya sama...
keduanya sama-sama meminta dibelikan mobil-mobilan baru yang harganya cukup mahal, Rp. 250.000...

apakah yang terjadi...?
apakah sang ayah hanya akan mengabulkan permintaan si TAAT karena telah bersikap baik kemudian menolak permintaan si JAHAT karena selalu bersikap buruk...?
ternyata...jawabannya tidaklah demikian...

sang ayah menuruti permintaan kedua anaknya untuk membelikan mobil-mobilan...
bahkan, ayah masih menuruti kemauan si JAHAT yang masih minta di tambah dengan satu buah pistol-pistolan, sementara si TAAT sudah sangat berterimakasih dan bersyukur karena sudah dibelikan mobil-mobilan baru dengan harga yang sangat mahal itu...


HIKMAH:

apakah dengan demikian berarti sang ayah benar2 menyayangi si JAHAT dan si TAAT dengan seimbang? atau justru si ayah lebih menyayangi si JAHAT karena telah membelikan mainan tambahan?

jawabnya adalah : "BELUM TENTU"

disinilah berperan yang disebut dengan sifat "Penyayang" dan "Pemberi"...
sang ayah membelikan mobil-mobilan kepada si TAAT karena ia memang sangat menyayangi anaknya yang selalu patuh itu...
dan ia membelikan mobil-mobilan kepada si JAHAT karena sang ayah masih memiliki sifat memberi selain penyayang tadi....
adapun sang ayah yang membelikan mainan tambahan kepada si JAHAT berupa pistol-pistolan, tidak lain dan tidak bukan, hanyalah sebagi ujian bagi anaknya agar ia berfikir bahwa meskipun ia terlampau nakal, sang ayah tidak akan membeda-bedakannya, sang ayah tidak akan memutuskan pemberiannya...dan berharap agar ia bisa berubah dikemudian hari untuk menjadi anak yang baik seperti si TAAT...

Begitu juga dengan Allah swt, Dia Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dia akan selalu memberi, namun belum tentu bahwa ia akan selalu menyayangi. Adapun setiap pemberiannya adalah nikmat bagi kita semua. Sedangkan nikmat adalah ujian agar kita bersyukur kepadanya, bukan malah kufur atau ingkar kepadanya. Karena, barangsiapa kufur atas nikmat Allah, maka azab-Nya yang pedih telah menanti.

“...Sesungguhnya jika kamu bersykur niscaya Aku akan menambah nikmat kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” QS. Ibrahim : 7.

Mereka mengetahui nikmat Allah kemudian mereka mengingkarinya, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir.” QS. An Nahl : 83.

www.lingkarcahaya.com

Agama Islam itu Mudah

Islam adalah Rahmatan lil’alamin, yaitu rahmat bagi seluruh alam. Agama islam adalah agama yang mengajarkan kasih sayang dan perdamaian. Sebagai Rahmatan lil‘a’lamin, islam adalah agama yang diperuntukkan bagi seluruh umat disepanjang masa. Agama islam adalah agama yang mampu mengikuti segala bentuk perkembangan zaman, bukan agama yang kaku dan bukan agama yang ortodok.

Allah swt tidak pernah sekalipun memberikan kesukaran kepada mereka yang akan menjadikan islam sebagai jalan hidup. Allah juga tidak pernah mempersulit hamba-hambanya yang telah menjadikan agama islam sebagai pegangan hidup dan keyakinan yang senantiasa mereka junjung. Allah swt senantiasa menghendaki kemudahan bagi para umatnya, yaitu umat islam. Maka dari itulah, islam telah menjadi agama yang mudah yang sesuai dengan fitrah manusia. Allah swt telah mengutus Nabi Muhammad saw sebagai rahmat dan membawa petunjuk-Nya bagi umat manusia. Melalui Nabi Muhammad, kemudian Al Quran diperkenalkan dan diajarkan kepada seluruh umat manusia. Dan melalui Nabi Muhammad-lah, akhirnya agama islam dapat tumbuh dan berkembang di seluruh dunia. Allah swt telah berfirman di dalam Al Quran, yang artinya:

"Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiyaa’: 107)

Al Quran yang merupakan kitab suci bagi agama islam adalah sebagai petunjuk yang akan membimbing umat islam kepada kemudahan, keselamatan, dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Al Quran yang merupakan Kalamullah yang suci akan menghindarkan manusia, khususnya umat islam dari kehinaan dan kemudharatan, sebagaimana firman Allah yang artinya:

“Kami tidak menurunkan Al-Qur'an ini kepadamu (Muhammad) agar engkau menjadi susah; melainkan sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), diturunkan dari (Allah) yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.” (QS. Thaahaa: 2-4)

Banyak sekali kemudahan-kemudahan yang terdapat dalam ajaran agama islam, tentunya hal itu hanya dapat ditemukan oleh orang-orang yang beriman dan berakal. Aturan-aturan islam yang bersifat menyeluruh, yang mencakup seluruh aspek kehidupan dari masalah-masalah yang kecil hingga permasalahan yang besar, akan menjadi pedoman yang jelas bagi umat islam dalam melangkah dan mengambil keputusan. Umat islam akan lebih mudah dalam bertindak, karena mereka telah mengerti aturannya. Agama Islam memiliki aturan yang cukup mudah untuk dipelajari dan dilaksanakan oleh umatnya dalam berbagai aspek kehidupan. Berikut ini adalah beberapa contoh tentang kemudahan yang terdapat dalam Islam:

  1. Shalat hanya diwajibkan 5 waktu dalam 24 jam. Orang yang khusyu’ dalam shalat, paling lama 10 menit, dalam hitungan hari ia melaksanakan shalatnya dalam sehari hanya 50 menit dalam waktu 24 x 60 menit.
  2. Mentauhidkan Allah dan beribadah hanya kepada-Nya adalah mudah.
  3. Musafir disunnahkan mengqashar (meringkas) shalat dan boleh menjama’ (menggabung) dua shalat apabila dibutuhkan.
  4. Melaksanakan Sunnah-Sunnah Rasulullah saw adalah mudah, seperti memanjangkan jenggot, memakai pakaian di atas mata kaki, dan lainnya.
  5. Orang sakit wajib shalat, boleh sambil duduk atau berbaring jika tidak mampu berdiri.
  6. Jika tidak ada air (untuk bersuci), maka dibolehkan tayammum.
  7. Seluruh permukaan bumi ini dijadikan untuk tempat shalat dan boleh dipakai untuk bersuci (tayammum).
  8. Jika terkena najis, hanya dicuci bagian yang terkena najis, (agama lain harus menggunting pakaian tersebut dan dibuang).
  9. Orang yang sudah tua renta, perempuan hamil dan menyusui apabila tidak mampu boleh tidak berpuasa, dengan menggantinya dalam bentuk fidyah.
  10. Puasa hanya wajib selama satu bulan, yaitu pada bulan Ramadlan setahun sekali.
  11. Orang sakit dan musafir boleh tidak berpuasa dan menggantinya pada hari yang lain, demikian juga orang yang nifas dan haidh.
  12. Zakat hanya wajib dikeluarkan sekali setahun, bila sudah sampai nishab dan haul.
  13. Haji hanya wajib sekali seumur hidup. Barangsiapa yang ingin menambah, maka itu hanyalah sunnah. Rasulullah saw pernah ditanya oleh al-Aqra’ bin Habis tentang berapa kali haji harus ditunaikan, apakah harus setiap tahun ataukah hanya cukup sekali seumur hidup? Maka beliau menjawab, "Haji itu (wajibnya) satu kali, barangsiapa yang ingin menambah, maka itu sunnah”
  14. Menuntut ilmu syari, belajar Al-Qur'an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salaf adalah mudah. Kita dapat belajar setiap hari atau sepekan dua kali, di sela-sela waktu kita yang sangat luang.
  15. Memakai jilbab mudah dan tidak berat bagi muslimah sesuai dengan syariat Islam.
  16. Qishash (balas bunuh) hanya untuk orang yang membunuh orang lain dengan sengaja.

Betapa sempurnanya agama islam yang telah diturunkan oleh Allah Azza wa Jalla kepada umat manusia. Begitu banyak kemudahan yang terdapat dalam agama islam, padahal cakupan aturannya tidak terbatas pada salah satu aspek saja. Untuk menegaskan betapa mudahnya agama islam kepada manusia (khususnya umat islam itu sendiri), maka Allah swt telah banyak sekali menyampaikannya melalui firman-Nya di dalam Al Quran, yang diantaranya adalah:

“...Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu...” QS. Al-Baqarah: 185)

“...Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Maa-idah: 6)

“... Dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama ...” (QS. Al-Hajj: 78)

Tidak dapat dipungkiri maupun diragukan lagi, bahwa secara aqidah, syariat, ibadah, muamalah dan lainnya, agama islam adalah satu-satunya agama yang sesuai dengan fitrahnya manusia. Maka dari itu, Allah swt pun telah menyerukan kepada umat manusia untuk menghadap dan masuk ke dalam agama yang sesuai dengan fitrah manusia, yaitu agama islam.

"Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah yang Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Ruum: 30)

Dan dalam hal ini, Nabi Muhammad saw juga telah menegaskan dalam salah satu sabdanya yang artinya:

"Tidaklah seorang bayi dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”

Sungguh, Allah swt adalah Zat Yang Maha Sempurna, yang tidak pernah salah dan tidak pernah lupa. Maka ketika Allah telah memutuskan untuk menurunkan agama islam ke muka bumi melalui Nabi Muhammad saw, dan memerintahkan manusia untuk masuk ke dalamnya, tidak mungkin Allah telah melakukan hal yang salah. Dan Allah adalah satu-satunya Zat Yang Maha Tahu, yang mengetahui segala sesuatu, baik yang tersembunyi, yang samar, bahkan yang nyata. Allah juga mengetahui dengan pasti akan kadar kemampuan hambanya, maka tentu saja Allah tidak akan memerintahkan manusia untuk masuk ke dalam agama islam, sekiranya manusia tidak akan mampu untuk menerima dan melaksankan ajarannya. Tapi
Allah telah menurunkan agama islam dan telah menyerukan kepada seluruh manusia agar beriman, menghadap, dan masuk ke dalam islam secara menyeluruh, tidak setengah-setengah. Hal ini tentu saja karena Allah telah menciptakan agama islam dengan berbagai kemudahan yang tidak akan menyulitakan siapapun yang memasukinya. Dan karena Allah mengetahui bahwasanya manusia sanggup untuk masuk dan melaksanakan hukum-hukum yang terdapat di dalam agama islam. Allah swt telah berfirman dengan tegas dalam Al Quran yang artinya:

“ Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)

Ayat diatas telah secara tegas menyatakan bahwa sesungguhnya tidak ada yang sulit maupun berat di dalam agama islam, karena Allah telah menyesuaikannya dengan kadar kemampuan manusia. Dan dalam hal ini, Rasulullah saw juga telah menambahkan dalam sabdanya:

“Sesungguhnya agama (Islam) itu mudah. Tidaklah seseorang mempersulit (berlebih-lebihan) dalam agamanya kecuali akan terkalahkan (tidak dapat melaksanakannya dengan sempurna). Oleh karena itu, berlaku luruslah, sederhana (tidak melampaui batas), dan bergembiralah (karena memperoleh pahala) serta memohon pertolongan (kepada Allah) dengan ibadah pada waktu pagi, petang dan sebagian malam.”

Agama islam adalah agama yang sangat sesuai dengan fitrah manusia, lalu bagaimana mungkin ia akan memberatakan manusia. Kebanyakan manusia yang menganggap agama islam sebagai agama yang memberatkan, mereka sama sekali tidak memiliki alasan yang jelas. Orang yang Pemikiran yang menganggap Islam itu berat, keras, dan sulit, sama sekali tidak mengetahui bagaimanakah islam itu yang sesungguhnya. Mereka tidak mau masuk, menyelami, dan mempelajarinya secara menyeluruh, sehingga mereka tidak pernah mengerti akan kemudahan-kemudahan yang terdapat di dalam agama islam. Berikut ini adalah faktor-faktor yang biasanya menyebabkan seseorang akan menganggap bahwa agama islam adalah agama yang sulit, keras, dan sangat membebani umatnya:

  1. Kebodohan tentang Islam, umat Islam tidak belajar Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih menurut pemahaman Shahabat, tidak mau menuntut ilmu islam.
  2. Mengikuti hawa nafsu. Orang yang mengikuti hawa nafsu, hanya akan menganggap mudah apa-apa yang sesuai dengan hawa nafsunya.
  3. Kecenderungan untuk mengikuti agama nenek moyang dan mengikuti banyaknya pendapat orang.
  4. Banyak berbuat dosa dan maksiat, sebab dosa dan maksiat akan menghalangi seseorang untuk berbuat kebajikan dan selalu merasa berat untuk melakukannya.
Allah Azza wa Jalla mengutus Rasulullah saw ke muka bumi dengan membawa agama islam untuk disampaikan kepada umat manusia. Dan ajaran agama islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw bukan bertujuan untuk mengikat manusia, melainkan memiliki tujuan yang jauh lebih mulia. Hadirnya agama islam di muka bumi adalah untuk menghilangkan beban dan belenggu-belenggu yang ada pada manusia, sebagaimana yang tersurat dalam Al-Qur'an:

" (Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis), yang (namanya) mereka dapati tertulis dalam kitab Taurat dan Injil yang ada di pada mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membebaskan dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur-an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-A’raaf: 157)

Datangnya Nabi Muhammad sebagai Nabi yang ummi dengan membawa syariat islam telah membawa banyak sekali perubahan dalam tatanan masyarakat jahiliyah Banyak sekali aturan atau beban-beban berat yang terdapat pada Bani Israil kemudian terhapuskan setelah Nabi Muhammad mengenalkan ajaran agama islam kepada mereka. Beban-beban berat yang mengikat Bani Isral telah berhasil dihilangkan, dan mereka beralih kepada aturan-aturan yang lebih fitrah, yang terdapat dalam ajaran agama islam. Beberapa contoh beban berat yang harus dipikul oleh Bani Israil sebelum Nabi Muhammad menyampaikan ajaran agama islam adalah sebagai berikut:
  1. Saling membunuh penyembah sapi.
  2. Kewajiban Qishas pada pembunuhan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, tanpa memperbolehkan membayar diyat.
  3. Pemotongan anggota badan yang melakukan kesalahan.
  4. Larangan makan dan tidur bersama istrinya yang sedang haidh.
  5. Perintah membuang atau menggunting kain yang terkena najis.
  6. Kemudian Islam datang menjelaskan dengan mudah, seperti pakaian yang terkena najis wajib dicuci namun tidak digunting.
Seungguhnya, segala sesuatu yang menjadi larangan di dalam agama islam adalah mengandung kemudharatan. Sebaliknya, segala sesuatu yang diperintahkan di dalam agama islam, insya Allah akan senantiasa memberikan manfaat dan kemaslahatan. Sesungguhnya, syariat agama islam itu adalah mudah. Kemudahan syariat agama islam berlaku secara menyeluruh, baik dalam ushul (pokok) maupun furu’ (cabang), baik tentang aqidah, ibadah, akhlak, muamalah, jual beli, pinjam meminjam, pernikahan, hukuman dan lainnya. Rasulullah saw telah bersabda:

"Permudahlah dan jangan mempersulit, berikanlah kabar gembira dan jangan membuat orang lari.”


Marilah kita semua untuk kembali menjalankan ajaran agama islam secara menyeluruh dan utuh. Karena agama islam adalah satu-satunya agama yang sesuai dengan fitrah manusia, yang senantiasa memberikan kemaslahatan dan menghindarkan kemudharatan kepada umatnya.

www.syahadat.com


Perjuangan Islam

Tidak ada perjuangan islam yang dapat selalu berjalan dengan mulus tanpa suatu rintangan dan tantangan. Perjuangan Islam akan senantiasa berdampingan dengan rintangan dan tantangan. Seorang pejuang Islam akan senantiasa mendapatkan perlawanan dari pihak-pihak yang tidak suka atau tidak menginginkan berdirinya syariat Islam, dan hal ini sudah merupakan sunatullah yang harus dihadapi, bukan ditakuti. Selamanya, kebatilan itu akan menetnang tegaknya kebenaran.

Rintangan dan tantangan adalah kondisi yang pasti ada dalam perjuangan Islam. Sejak zaman Rasulullah saw dan para sahabat, berbagai bentuk rintangan tidak pernah habis, terus menghantui perjuangan Islam hingga saat ini. Siapapun yang telah melangkahkan kaki ke medan perjuangan Islam, maka sudah tentu ia akan menghadapi berbagai tantangan kebatilan. Berbagai bentuk halangan dan ujian dalam perjuangan Islam telah hadir sejak masa Rasulullah saw dan para sahabat yang senantiasa gigih dalam memperjuangkan agama Islam. Berikut ini adalah beberapa bentuk ujian yang banyak di alami oleh Rasulullah saw dan para sahabat serta para mujahid terdahulu ketika menyerukan perjuangan Islam:

Ujian yang pertama berupa cemoohan atau olok-olok yang berasal dari musuh-musuh Allah yang tidak menginginkan berkembangya syiar Islam. Ternyata ujian itu tidak hanya datang pada kita yang merupakan manusia akhir zaman, tetapi juga datang kepada Rasulullah saw. Hal ini dapat kita lihat melalui firman Allah swt berikut,

“Dan apabila mereka melihatmu (Muhammad), mereka hanyalah menjadikanmu sebagai ejekan (dengan mengatakan): ‘Inikah orang yang diutus Allah sebagai Rasul?’” (QS. Al Furqon [25]:41).

Jika Rasulullah saw saja memperoleh ujian dalam menjalankan perjuangan Islam, maka sangatlah wajar kalau kitapun mengalaminya. Dan tentunya, tidaklah patut bagi kita untuk mundur dari perjuangan Islam. Hendaknya kita mencontoh Rasulullah saw dan para sahabat yang senantiasa sabar dan istiqomah dalam perjuangan Islam meskipun ujian dan tantangan itu semakin berat adanya.

Selain berupa cemoohan, ujian juga biasa datang dalam bentuk tuduhan, tudingan, bahkan juga sebutan-sebutan yang merusak nama baik Islam maupun pejuang Islam itu sendiri. Pada masa perjuangannya, Rasulullah saw bahkan pernah mendapat predikat sebagai “orang gila” dan “tukang sihir”. Berbagai tudingan, tuduhan, dan sebutan buruk pun masih menyelimuti perjuangan Islam hingga saat ini. Banyak sekali mujahid dan para aktivis perjuangan Islam yang saat ini mendapat label fundamentalis, radikal, garis keras, ekstremis, bahkan saat ini para mujahid dakwah Islam telah diidentikkan dengan "teroris", sebuah julukan yang sangat merendahkan citra Islam dan pejuang Islam. Ujian-ujian semacam ini telah diberitakan melalui firman Allah di dalam Al Quran yang artinya:

“Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan dari kalangan mereka, dan orang-orang kafir berkata: ‘Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta’” (QS. Shad [38]:4).

Pembunuhan karakter dan pencemaran nama baik ini merupakan sebuah usaha untuk menentang perjuangan Islam. Gerakan yang tidak menginginkan tegaknya syariat Islam di muka bumi. Melalui pencemaran nama baik itulah, mereka mengharapkan agar Islam menjadi nama yang senantiasa dibenci oleh masyarakat umum. Mereka berusaha untuk menjatuhkan nama Islam dan menjadikannya sebagai musuh dunia.

Ujian yang ketiga hadir dalam bentuk intimidasi, penjara, penganiayaan,bahkan sampai kepada pembunuhan. Perjuangan Islam telah membawa Rasulullah saw ke sebuah medan untuk menghadapi ancaman penangkapan, penjara, pengusiran, bahkan aksi-aksi untuk membunuh beliau yang dilakukan oleh kaum kafir. Ujian semacam ini juga dialami oleh Nabi Nuh yang mendapat ancaman rajam dari kaum kafir, dan Nabi Musa yang mendapat akan dipenjara dan dibunuh oleh Firaun, sebagaimana dijelaskan dalam firman berikut:

“Mereka berkata: ‘Sungguh jika kamu tidak (mau) berhenti hai Nuh, niscaya benar-benar kamu akan termasuk orang-orang yang dirajam’”. (QS Asy Syu’ara [26]:116).

“Fir'aun berkata: ‘Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan.’” . (QS. Asy Syu’ara [26]:29)

“Dan berkata Fir'aun (kepada pembesar-pembesarnya): ‘Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi’.”. (QS. Al Mu’min [40]:26)

Betapapun besar dan mengerikannya ancaman dan penganiayaan yang dilakukan oleh para kaum kafir, namun tidak membuat Rasulullah saw, para Nabi, dan para sahabat gentar ataupun mundur dari perjuangan Islam. Karena janji Allah adalah lebih berharga daripada harta dan nyawa mereka. Janji Allah begitu mulia kepada umatnya yang berjuang dan mengutamakan perjuangan Islam. Dan mereka yakin bahwa Allah swt pasti akan memberikan pertolongan-Nya, sebagaimana firman Allah swt di dalam Al Quran yang artinya:

“Dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmun untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS. Al Anfal [8]:30).

Ujian yang keempat, adalah ujian yang paling berat bagi umat muslim. Ujian ini berupa bujukan, suap, atau kekuasaan yang senantiasa menggoda dan membayangi nafsu duniawi manusia. Banyak sekali mujahid dakwah yang terpesona akan ujian yang keempat ini. Mereka meninggalkan dan melupakan perjuangan Islam karena silau dan lebih memilih kesenangan duniawi. Harta, tahta, dan wanita telah menutup nurani mereka dan menjauhkannya dari cahaya Islam.

Mengenai perjuangan Islam ini, Sayyid Quthub berkata: ”Wahai saudara-saudaraku. Jalan dakwah itu dikelilingi oleh makaruh (hal-hal yang tidak disukai), penuh dengan bahaya, dipenjara, dibunuh, diusir, dan dibuang. Barangsiapa ingin memegang suatu prinsip atau menyampaikan dakwah, maka hendaklah itu semua sudah ada dalam perhitungannya. Dan barangsiapa menginginkan dakwah tersebut hanyalah merupakan tamasya yang menyenangkan, kata-kata yang baik, pesta yang besar dan khutbah yang terang dalam kalimat-kalimatnya, maka hendaklah dia menelaah kembali dokumen kehidupan para rasul dan para da`i yang menjadi pengikut mereka, sejak dien ini datang pertama kalinya sampai sekarang ini”.

Perjuangan Islam bukanlah perkara yang ringan. Allah swt telah menjanjikan balasan yang terbaik bagi mereka yang istiqomah dalam perjuangan Islam. Maka, tentu saja untuk mendapatkan janji yang terbaik dari Allah swt tersebut tidaklah mudah, melainkan penuh dengan ujian, halangan, rintangan, dan berbagai macam perlawanan. Untuk itu, marilah sama-sama kita kuatkan dan luruskan niat dalam perjuangan Islam. Tundukkan pandangan mata dan hati dari segala bentuk duniawi yang akan melemahkan iman dan menidurkan kita dari perjuangan Islam.

“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagi mu, jika kamu Mengetahui.” (QS. At Taubah[9]: 41)

www.syahadat.com

Malu di dalam Islam

“Ciri” adalah salah satu aspek yang dapat mempengaruhi nilai segala sesuatu. Islam pun akan memiliki nilai manakala ciri yang seharusnya terdapat di dalam agama Islam itu. Untuk dapat menjaga dan mempertahankan Islam agar tetap bernilai dan dihargai, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga dan mempertahankan ciri khas Islam. Lalu, apakah ciri khas Islam yang harus dijaga tersebut?

Sebagai agama yang haq dan bersumberkan dari nilai-nilai Robbani, agama Islam memiliki ciri khas yang sangat banyak, dan salah satunya adalah rasa malu. Rasa malu inilah salah satu ciri khas yang harus dijaga oleh umat Islam.

“Setiap agama mempunyai ciri khas, dan ciri khas Islam adalah malu.” (HR. Baihaqi)

Kenapa Islam saat ini seperti kehilangan harga diri? Banyak pihak yang mencemooh dan meremehkan agama Islam. Salah satu penyebabnya adalah Karena umat Islam sudah melupakan salah satu ciri Islam itu sendiri. Rasa malu telah hilang dari dalam hati sebagian umat Islam. Banyak sekali orang muslim yang berbuat maksiat dengan terang-terangan, korupsi, pembunuhan, pemerkosaan, dan kedzoliman-kedzoliman yang lain. Semua itu mereka lakukan karena mereka telah kehilangan rasa malu. Dan kebodohan umat Islam itu sendirilah, akhirnya Islam dipandang rendah, Islam diremehkan.

Jika rasa malu sebagai salah satu ciri khas Islam dapat dijaga dengan sebaik-baiknya oleh umat Islam itu sendiri, maka niscaya nama Islam akan bersih. Tidak ada lagi pihak-pihak yang akan meremehkan atau mencemooh Islam. Karena mereka melihat agama Islam sebagai agama yang memiliki jati diri, sebagai agama yang membawa umatnya ke dalam golongan orang-orang yang benar-benar menjaga dirinya dari perbuatan aniaya, dzolim, dan maksiat.

Jika seseorang telah dapat menghidupkan rasa malu karena Allah di dalam hatinya, maka niscaya ia akan terpelihara dari perbuatan laknatullah. Kapanpun dan dimanapun ia hendak bermaksiat atau berbuat dzolim, ia akan merasa malu kepada Allah sehingga tidak akan melakukan hal tersebut. Demikianlah seharusnya umat muslim yang beriman kepada Allah.

www.syahadat.com

Persaudaraan Islam

"Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-namaNya, kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi." (QS. An Nisa: 1)
“Seorang mukmin terhadap mukmin (lainnya) bagaikan satu bangunan, satu sama lain saling menguatkan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Ukhuwah Islamiyah atau persaudaraan Islam adalah salah satu aspek yang vital dan sangat ditekankan di dalam ajaran agama Islam. Begitu banyak anjuran dan perintah yang menyerukan untuk mengeratkan ikatan persaudaraan antar sesama umat Islam, dan banyak pula larangan untuk memutuskan tali persaudaraan di dalam Islam. Semua itu telah disampaikan di dalam ajaran agama Islam, baik melalui firman Allah swt di dalam Al Quran maupun melalui sabda Rasulullah saw di dalam Al Hadits.

Rasulullah saw sendiri yang merupakan seorang manusia pilihan telah menunjukkan bagaimana seharusnya umat Islam senantiasa menjaga hubungan persaudaraannya. Melalui sabdanya, beliau telah begitu banyak mengingatkan kepada umatnya untuk senantiasa menjaga keutuhan persaudaraanya di dalam Islam, karena Islam adalah agama yang mengharamkan umatnya untuk memutuskan tali persaudaraan atau silaturahmi, terutama dengan saudara yang berada dalam satu naungan agama Islam.

Dari Abdullah bin Abi Aufa ra. berkata, ketika sore hari pada hari Arafah, pada waktu kami duduk mengelilingi Rasulullah saw, tiba-tiba beliau bersabda, "Jika di majelis ini ada orang yang memutuskan silaturahmi, silahkan berdiri, jangan duduk bersama kami." Dan ketika itu, diantara yang hadir hanya ada satu yang berdiri, dan itupun duduk di kejauhan. Kemudian lelaki itu pergi dalam waktu yang tidak lama, setelah itu ia pun datang dan duduk kembali.

Kemudian, Rasulullah saw pun bertanya kepadanya,"Karena diantara yang hadir hanya kamu yang berdiri, dan kemudian kamu datang dan duduk kembali, apa sesungguhnya yang terjadi? Ia kemudian berkata, "Begitu mendengar sabda Engkau, saya segera menemui bibi saya yang telah memutuskan silaturahmi dengan saya. Karena kedatangan saya tersebut, ia berkata, "Untuk apa kamu datang, tidak seperti biasanya kamu datang kemari." Lalu saya menyampaikan apa yang telah Engkau sabdakan. Kemudian ia memintakan ampunan untuk saya, dan saya meminta ampunan untuknya (setelah kami berdamai, lalu saya datang lagi ke sini).

Maka Rasulullah saw pun bersabda kepadanya, "Kamu telah melakukan perbuatan yang baik, duduklah, rahmat Allah tidak akan turun ke atas suatu kaum jika di dalamnya ada orang yang memutuskan silaturahmi."

Apa yang telah terjadi dalam riwayat tersebut di atas tentunya sangat sesuai sekali dengan firman Allah swt berikut:

“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” (QS. Al Hujuraat: 10)

Mempererat persaudaraan Islam juga merupakan salah satu bentuk penegakan power Islam dalam kehidupan sehari-hari. Karena umat Islam yang satu dengan yang lain itu ibarat sebuah bangunan yang saling melengkapi dan saling menguatkan. Jika ada kekurangan dari saudaranya, maka sudah menjadi kewajibannyalah untuk senantiasa melengkapi atau menjaganya, bukan justru membuang atau memutuskannya. Umat muslim yang satu dengan yang lain ibarat satu tubuh yang jika salah satu anggota badannya mengalami sakit, maka seluruh tubuh akan merasakannya pula. Di sinilah kekuatan Islam akan terbentuk melalui sebuah hubungan persaudaraan yang kuat.

Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan saling berempati bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggotanya merasakan sakit maka seluruh tubuh turut merasakannya dengan berjaga dan merasakan demam.” (HR. Muslim)

Rasulullah juga pernah bersabda, "Tidak ada satu kebaikan pun yang pahalanya lebih cepat diperoleh daripada silaturahmi, dan tidak ada satu dosapun yang adzabnya lebih cepat diperoleh di dunia, disamping akan diperoleh di akherat, melebihi kezaliman dan memutuskan tali silaturahmi." Dalam sebuah riwayat lain, dari Anas ra, ia berkata bahwa Rasullah saw bersabda, "Barangsiapa yang suka dilapangkan rezekinya dan dilamakan bekas telapak kakinya (dipanjangkan umurnya), hendaknya ia menyambung tali silaturahmi. (HR. Mutafaq ‘alaih)

Dalam riwayat lain, Rasulullah saw pernah ditanya oleh seorang sahabat, "Wahai Rasulullah kabarkanlah kepadaku amal yang dapat memasukkan aku ke surga". Rasulullah menjawab; "Engkau menyembah Allah, jangan menyekutukan-Nya dengan segala sesuatu, engkau dirikan shalat, tunaikan zakat dan engkau menyambung silaturahmi". (HR. Bukhari).

Dalil-dalil di atas telah menjelaskan betapa pentingnya arti dari sebuah persaudaraan Islam. Demikian penting dan vitalnya fungsi memperkuat persaudaraan Islam, hingga Rasulullah saw pun tidak mau mengakui orang yang tidak memiliki kepedualian terhadap urusan saudaranya sebagai umatnya, hal ini sebagaimana dikatakan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya yang artinya:

Dari Hudzaifah Bin Yaman ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, ”Siapa yang tidak ihtimam (peduli) terhadap urusan umat Islam, maka bukan termasuk golongan mereka.”. (HR. At Tabrani)

Setelah kita mengetahui urgensi dari sebuah persaudaraan di dalam Islam, mulai saat ini marilah kita mulai untuk senantiasa menyambung, mempererat, dan menjaga ikatan silaturahmi kita di jalan Islam. Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk dalam rangka menyambung, mempererat dan menjaga tali persaudaraan Islam, di antaranya adalah:

1. Ungkapakan Rasa Cinta Anda

Mengungkapkan rasa cinta yang selama ini dikenal di kalangan muda-mudi hanyalah sebatas menyatakan rasa cintanya kepada kekasihnya saja. Namun, Islam yang mengandung ajaran tertinggi memiliki cakupan yang lebih luas dari sekedar itu. Mengungkapkan rasa cinta ternyata juga sangat dibutuhkan dalam rangka mempererat persaudaraan dengan sesama umat Islam. Hal ini sebagaimana telah dianjurkan oleh Rasulullah saw dalam sabda-sabda beliau.

Rasulullah saw. bersabda, “Apabila seseorang mencintai saudaranya, hendaklah dia mengatakan cinta kepadanya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Dalam riwayat yang lain, Anas ra. mengatakan bahwa seseorang berada di sisi Rasulullah saw, lalu salah seorang sahabat melewatinya. Orang yang berada di sisi Rasulullah saw tersebut mengatakan, “Aku mencintai dia, ya Rasulullah.” Lalu Rasulullah saw bersabda, “Apakah kamu sudah memberitahukan dia?” Orang itu menjawab, “Belum.” Kemudian Rasulullah saw bersabda, “Beritahukan kepadanya.” Lalu orang tersebut memberitahukannya dan berkata, “Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah.” Kemudian orang yang dicintai itu menjawab, “Semoga Allah mencintaimu karena engkau mencintaiku karena-Nya.” (HR. Abu Dawud)

2. Tunjukkan Wajah Bahagia

Berjumpa dengan seseorang yang memiliki wajah berseri-seri tentunya akan menorehkan kenangan tersendiri. Wajah yang dengan senyum, penuh semangat dan tidak menunjukkan rona sendu akan menimbulkan kerinduan bagi saudaranya. Bisa saja dengan wajah berseri yang telah kita tunjukkan itu akan memberikan semangat positif bagi saudara yang kita jumpai. Dengan demikian, akan timbullah kerinduan untuk selalu ingin bertemu dan melihat wajah berseri itu.

Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kamu meremehkan kebaikan apapun, walaupun sekadar bertemu saudaramu dengan wajah ceria.” (HR. Muslim)

3. Berjabat Tangan

Berjabat tangan adalah salah satu bentuk sentuhan fisik yang dapat menyentuh hati kedua pihak yang melakukannnya jika dilakukan dengan niat tulus dan penuh semangat karena Allah swt. Genggamlah tangan saudaramu dengan erat dan hangat, hingga semangat dalam jabat tangan itu dapat meresap dalam sanubari.

Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada dua orang muslim yang berjumpa lalu berjabat tangan melainkan keduanya diampuni dosanya sebelum berpisah.” (HR. Abu Dawud)

4. Saling Berkunjung

Selain dapat mempererat tali persaudaraan di dalam Islam, saling kunjung-mengunjungi adalah salah satu cara yang akan membawa kita untuk memperoleh cinta dari Allah swt. Hal ini senada dengan sabda Rasulullah saw berikut:

Nabi Muhammad saw bersabda, “Allah swt. berfirman, ‘Pasti akan mendapat cinta-Ku orang-orang yang mencintai karena Aku, keduanya saling berkunjung karena Aku, dan saling memberi karena Aku’.” (HR. Imam Malik dalam Al-Muwaththa’)

5. Memberikan Ucapan Selamat

Tak dapat dipungkiri lagi bahwa perhatian adalah salah satu bentuk tindakan yang sangat efektif untuk mempererat sebuah hubungan. Dan salah satu cara untuk menunjukkan perhatian kepada saudara kita adalah dengan mengucapkan selamat kepadanya manakala ia mendapatkan sebuah kesuksesan. Persaudaraan di dalam Islam dapat saja menjadi kendur hanya karena sifat saling acuh dan tidak peduli satu sama lain.

Dalam hal ini, Rasulullah saw telah bersabda, dari Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa bertemu saudaranya dengan membawa sesuatu yang dapat menggembirakannya, pasti Allah akan menggembirakannya pada hari kiamat.” (HR. Thabrani dalam Mu’jam Shagir)

6. Saling Memberi Hadiah

Hadits marfu’ dari Anas bahwa, “Hendaklah kamu saling memberi hadiah, karena hadiah itu dapat mewariskan rasa cinta dan menghilangkan kekotoran hati.” (Thabrani)

Masih dalam hadits marfu’ Thabrani juga telah meriwayatkan, dari Aisyah ra. bahwa, “Biasakanlah kamu saling memberi hadiah, niscaya kamu akan saling mencintai.”

Kedua hadits di atas meskipun tergolong dalam hadits marfu’, namun memiliki makna yang sangat positif dan sangat mendukung perintah-perintah untuk mempererat persaudaraan di dalam Islam sebagaimana telah di sampaikan di dalam Al Quran dan Al Hadits.

7. Saling Membantu

Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang melepaskan kesusahan seorang mukmin di dunia niscaya Allah akan melepaskan kesusahannya di akhirat. Siapa yang memudahkan orang yang kesusahan, niscaya Allah akan memudahkan (urusannya) di dunia dan di akhirat. Siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi (aibnya) di dunia dan di akhirat. Dan Allah selalu menolong hamba-Nya jika hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR. Muslim)

Merujuk pada hadits di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa sesungguhnya membantu saudara kita yang tengah mengalami kesulitan atau musibah, pada dasarnya adalah untuk membantu diri kita sendiri kelak. Karena barang siapa memudahkan orang lain yang sedang mengalami kesusahan, makan Allah swt akan memudahkan kesulitannya di akhirat kelak. Barang siapa menutup aib saudaranya, maka Allah swt lah yang kelak akan menutup aibnya di dunia dan di akhirat.

Sungguh, mempererat hubungan persaudaraan Islam adaladah salah satu amal sholeh yang tiada terkira nilainya. Melalui hubungan persaudaraan Islam yang kuat, berarti kita telah membantu untuk menegakkan power di dalam tubuh Islam, sebagaimana di ketahui bahwa Rasulullah saw telah bersabda, “Seorang mukmin terhadap mukmin (lainnya) bagaikan satu bangunan, satu sama lain saling menguatkan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim). Semakin kuat hubungan persaudaraan Islam yang kita jalin, maka semakin kokoh pula bangunan Islam yang akan berdiri.

Dan tentunya, telah kita ketahui melalui dalil-dalil di atas bahwa begitu banyak imbalan yang akan kita dapatkan sebagai balasan atas perjuangan kita untuk mengikat Ukhuwah Islamiyah. Semoga kita semua termasuk ke dalam golongan orang-orang yang senantiasa mendapatkan balasan kebaikan dari Allah swt karena telah menjaga hubungan persaudaraan di dalam Islam. Amin.

www.syahadat.com

Yuk! Memperdalam Islam

Pernahkah kita sebagai seorang muslim memikirkan mengenai bilangan-bilangan usia kita yang telah terlewat? Semakin hari, usia kita semakin menghilang, berkurang, dan akhirnya habis. Belasan bahkan puluhan tahun usia yang telah kita lewati dengan membawa label seorang muslim, pernahkah kita merenung sejenak dan bertanya pada diri kita sendiri, “Berapa banyak pemahaman agama Islam yang telah kita miliki?”

Usia, bisa saja menjadi sebuah nikmat yang tak ternilai harganya manakala kita telah dan terus menginfakkannya hanya dalam rangka beribadah keapada Allah swt, bukan untuk tujuan yang lain. Namun di sisi lain, usia pun bisa menjadi sumber laknat Allah swt yang juga tak terkira hebatnya jika usia tersebut kita persembahkan kepada hal-hal yang berbau maksiat atau bahkan kepada kemaksiatan itu sendiri.

Insya Allah saya yakin bahwa sebagian besar dari kita yang membaca artikel ini telah terlahir dalam keadaan Islam. Namun sampai sebesar dan setua ini, berapa banyak waktu yang telah kita habiskan untuk belajar dan mengenal Islam tersebut? Sampai saat ini, berapa banyak pengetahuan dan pemahaman kita mengenai Islam? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini tidak lagi membutuhkan jawaban lisan yang bertele-tele atau argumentasi yang panjang lebar. Karena, jawabannya sudah tampak jelas dengan sendirinya melalui wajah-wajah umat muslim dalam menjalani kehidupan dan ibadahnya sehari-hari.

Seseorang yang mengerti dan memahami Islam dengan baik, tentu saja akan terpancar dari tata cara kehidupannya sehari-hari. Karena, bagi seorang muslim yang benar-benar telah memahami Islam dengan seutuhnya, segala aktivitas kehidupan ini adalah hanya untuk satu hal, yaitu mendapatkan rahmat Allah swt. Dan ia pun yakin bahwa dalam setiap satuan waktu terkecil yang berjalan di dalam ruang kehidupan ini, Allah swt tidak akan pernah kehilangan pengawasannya. Allah swt tidak akan pernah kecolongan. Untuk itulah, ia akan senantiasa melewati hari-hari dalam kehidupan ini dengan amal-amal sholeh.

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr : 1-3)

Melalui ayat dalam surat Al ‘Ashr di atas jelas sekali bahwa Islam mengajarkan umatnya untuk senantiasa memanfaatkan waktu untuk beriman hanya kepada Allah swt, berbuat amal sholeh, dan saling menasehati di dalam kesabaran dan kebenaran. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.

Kerugian besar bagi kita jika hanya menghabiskan usia dengan kesenangan dunia saja atau hanya mengikuti alur kehidupan ini layaknya air yang mengalir. Dalam hidup ini kita harus berjuang, karena perjuangan dan kehidupan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Hidup akan lebih hidup dengan adanya perjuangan. Dan perjuangan hanya akan hidup jika kehidupan masih berjalan. Janganlah pernah merasa puas dengan apa yang telah kita dapatkan atau kita miliki. Kita harus memiliki energi ketidak puasan yang positif, yang akan membawa kita untuk tidak akan pernah berhenti untuk berjuang dalam rangka memperbaiki diri dan berusaha menjadi seorang muslim yang memiliki nilai.

Mungkin kita pernah mendengar ucapan semacam ini dalam sebuah percakapan, “Yah…maklum deh, saya mah orang awam. Nggak ngerti…”. Ucapan semacam ini memang bukanlah satu hal yang aneh lagi di telinga setiap kita. Namun kalau kita renungi lebih jauh lagi, rupanya ucapan tersebut dapat memberikan teguran yang cukup keras bagi kita semua. Mungkin masih dalam kategori wajar jika ucapan semacam itu terlontar dari mulut seorang bocah, meskipun sebenarnya itupun merupakan teguran atas peranan orang tua dalam memberikan pendidikan kepada anaknya. Namun, ucapan semacam itu merupakan sebuah musibah besar manakala terucap dari seorang muslim yang sudah mencapai usia 40 plus… Dan aneh pula manakala ucapan semacam itu tumpah dari mulut seorang muslim yang telah beruban. Kalau memang demikian adanya, mungkin secara bodoh akan timbul pertanyaan, “Emang selama ini kemana aja? Sudah ubanan kok masih nggak tau apa-apa”.

Islam adalah nyawa di dalam tubuh manusia, jika pemahaman kita mengenai Islam hanya pas-pasan atau bahkan sangat minim, lalu bagaimana kita akan membuatnya tetap berdiri tegak, menatanya hingga tampak indah, menghiasnya agar sejuk dan nyaman, dan mempertahankannya agar tetap hidup dan menghidupi jasmani dan ruhani kita. Tanpa pemahaman Islam yang cukup, niscaya Islam yang telah lahir bersama nafas kita akan lemah, mudah terkikis sedikit demi sedikit dan akhirnya habis. Maka tinggallah kehidupan yang tawar, hampa, hambar tanpa warna dan rasa. Bahkan besar kemungkinan, kehidupan akan dipenuhi dengan racun yang kita tidak tahu penawarnya. Karena Islam adalah penawar segala macam penyakit dunia.

Jangan sampai kita menjadi seorang muslim yang senantiasa tertipu oleh kenikmatan yang diberikan oleh Allah swt, sehingga kita tidak memanfaatkannya untuk beramal sholeh. Ingatlah, bahwa setiap usia pasti ada batasnya. Setiap usia pasti ada ujungnya yang akan menghentikan siklus kehidupan pemilik usia tersebut. Untuk itu, manfaatkanlah waktu luang dan usia yang masih tersisa untuk terus memperdalam pemahaman terhadap Islam yang telah dianugerahkan Allah swt kepada kita, umat Muhammad saw yang merupakan umat terbaik. Rasulullah saw telah bersabda dalam sebuah hadits yang artinya, “Dua nikmat yang banyak manusia tertipu dengan keduanya, yaitu nikmat sehat dan waktu luang”. Peringatan Rasulullah saw yang telah disampaikan dengan jelas ini hendaknya menjadi pelajaran bagi setiap umat muslim.

Saudaraku, marilah kita sama-sama berjuang dengan sisa usia yang hanya tinggal sisa ini untuk terus memperdalam agama Islam. Mengasah kembali pedang pola pikir, prinsip hidup, dan pola pikir islami kita yang telah tumpul. Mari sama-sama kita berjuang untuk menjemput janji Allah swt untuk memperolah derajat yang tinggi dengan terus memperdalam pemahaman dan realisasi ilmu Islam.

“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajad.” (Al Mujadilah: 11)

www.syahadat.com

DIEN AL ISLAM

PENGERTIAN DIEN

Dalam bahasa arab, kata “Dien” memiliki beberapa pengertian, diantaranya adalah :

Kekuasaan
Rasulullah saw bersabda, “Orang yang pintar adalah orang yang menguasai hawa nafsunya dan bekerja untuk hari setelah mati.”

Tunduk
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, mereka yang tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasulnya dan mereka yang tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang telah diberikan kitab, hingga mereka membaya jizyah (pajak) dengan patuh sedang mereka dalam keadan tunduk.” QS. At Taubah : 29

Balasan
“Pemilik hari pembalasan.” QS. 1 : 4

Undang-Undang/Peraturan
“…dia tidak dapat menghukum saudaranya menurut undang-undang raja, kecuali Allah menghendakinya….” QS. Yusuf : 76

Ustadz Sayyid Quthub berkata ketika beliau menafsirkan ayat 76 surat Yusuf tersebut, “Sesungguhnya nash ayat ini member batasan yang sangat mendetail tentang makna dien, bahwa makna kalimat “dienulmalik” dalam ayat ini berarti peraturan dan syari’at malik (raja). Al Quran mengungkapkan bahwa peraturan dan syari’at adalah dien, maka baransiapa yang berada pada syari’at dan peraturan Allah berarti ia berada dalam dien Allah. Sebaliknya, barangsiapa berada pada peraturan seseorang dan undang-undang seorang raja berarti ia berada dalam dien raja tersebut.” (Tafsir Fi Dzilalil Quran, juz 4, hal 20,21)


PENGERTIAN ISLAM

Secara bahasa, islam memiliki beberapa pengertian:

Tunduk dan Menyerah
“Maka demi Rabb-Mu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” QS. An Nisa : 65

Keselamatan
“Dengan kitab itulah Allah member petunjuk kepada orang yang mengikuti keridhoan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan ke jalan yang lurus.” QS. Al Maidah : 16
Secara bahasa, islam berarti tunduk dan menyerahkan diri, karena setiap muslim wajib tunduk dan patuh menyerahkan diri sepenuhnya kepada ketentuan Allah (QS. 4 : 65). Sebab, orang yang telah memeluk dien islam dan mengerjakannya tuntunannya akan selamat di dunia dan di akhirat, dan akan mendapatkan keselamatan/kedamaian sejati.
Sedangkan menurut istilah islam adalah tunduk dan menyerah kepada Allah baik lahir maupun bathin dengan melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan segala larangannya.


CIRI KHAS DIENUL ISLAM

Robbaniyah
Sumber dan tujuan ajaran islam adalah Robbaniyah. Ajaran islam bersumber pada Robbaniyah, yaitu bersumber dari Allah, bukan dari manusia (QS. 42 : 13). Dan ajaran islam juga memiliki tujuan Robbaniyah, yaitu agar manusia hanya menyembah kepada Allah (QS. 51 : 56).

Insaniyah ‘alamiyah (kemanusiaan dan universal)
Maksudnya adalah bahwa islam diturunkan sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia, bukan golongan tertentu (QS. 21 : 107, QS. 34 : 28, 7:158).

Syamil (lengkap dan mencakup)
Hukum dan ajaran ajaran islam mencakup seluruh aspek kehidupan. Tidak ada suatu pekerjaan, baik yang kecil maupun yang besar, kecuali islam telah menerangkan hukumnya (QS. 6 : 38, QS. 16 : 89).

Al Basathoh (mudah)
Ajaran islam mudah untuk dikerjakan, tidak ada kesulitan sedikitpun, sebab islam tidak membebankan manusia suatu kewajiban kecuali sebatas kemampuannya (QS. 22 : 78, QS. 5 : 6, QS. 2 : 286).

Al ‘adalah (keadilan yang mutlak)
Tujuan dari agama islam adalah untuk menegakkan keadilan secara mutlak dan mewujudkan persaudaraan dan persamaan di tengah kehidupan manusia serta memelihara darah, kehormatan, harta, akal, dan dien mereka (QS. 5 : 8, QS. 6 : 152, QS. 4 : 135).

Tawazun (keseimbangan)
Dien islam dan seluruh ajarannya menjaga keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum, antara jasad dan ruh, antara dunia dan akhirat (QS. 28 : 77)
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya badanmu memiliki hak atasmu, jiwamu memiliki hak atasmu, dan keluargamu juga memiliki hak atasmu, maka berikanlah setiap yang punya hak-haknya.”

Perpaduan antara Tsabat (tidak berubah) dan Mauunah (menerima perubahan)
Tsabat pada pokok-pokok ajaran dan tujuannya. Murunah pada cabang, sarana dan cara-caranya, sehingga dengan sifat murunahnya dien islam dapat menyesuaikan diri dan dapat menghadapi perkembangan zaman serta sesuai dengan segala keadaan yang baru timbul. Dan dengan sifat Tsabat pada pokok-pokok dan tujuannya, islam tidak dapat larut dan tunduk pada setiap persoalan zaman dan perputaran waktu.

www.syahadat.com

Islam Memandang Cinta

Cinta memang satu perkara yang tidak pernah dapat dipisahkan dari kehidupan setiap manusia. Karena rasa cinta telah dengan sendirinya tumbuh dan terus berkembang di dalam nurani setiap insan. Namun, banyaknya para pengkhianat dan pendusta cinta yang melahirkan berbagai cerita duka, hina dan nista, telah menimbulkan tanda tanya tentang cinta itu sendiri. “Bagaimanakah sesungguhnya cinta dalam pandangan Islam? Apakah Islam membolehkan cinta?”
Islam dengan wataknya yang melekat dengan fitrah, jalan ruhani, dan aturan sakral memberikan pengakuan yang tegas terhadap eksistensi cinta yang esensinya berakar dalam diri manusia. Bahkan, Islam memberikannya warna indah, dan secara rinci membaginya ke dalam tiga tingkatan, yaitu cinta kelas tinggi, cinta kelas mennegah, dan cinta kelas rendah. Pembagian cinta seperti ini dapat dilihat melalui jendela sejarah. Dapat dipantau pada setiap celah waktu, baik dulu maupun sekarang, sampai Allah swt mewariskan bumi ini dengan segala potensi dan kekayaannya.

Cinta dan tiga tingkatan seperti yang telah disebutkan diatas, sebenarnya bersumber dari firman Allah swt di dalam Al Quran yang artinya:

“Katakanlah: Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah swt dan Rasul-Nya, dan dari jihad di jalan Allah, maka tunggulah sampai Allah swt mendatangkan keputusan-Nya.’ Dan Allah swt tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At Taubah (9): 24)

Cinta kelas tinggi adalah cinta kepada Allah swt, cinta kepada Rasulullah saw, dan cinta terhadap jihad di jalan Allah swt jihad fi sabilillah). Cinta kelas menengah adalah cinta kepada ibu-bapak, anak-anak, saudara, suami-istri, dan sanak famili. Sedangkan cinta tingkat rendah adalah cinta yang lebih mengutamakan keluarga, sanak famili, dan harta benda daripada Allah swt, Rasulullah saw, dan jihad di jalan Allah swt. Demikian pula rasa cinta yang hanya berdasarkan pada nafsu belaka.

Singkatnya, Islam telah memberikan pengakuan secara tegas terhadap eksistensi cinta. Islam mengakui bahwa cinta adalah fitrah yang berakar dalam diri manusia. Cinta adalah kepastian, yang merupakan kebutuhan yang tidak dapat dielakkan. Sebab, dalam esensinya tersimpan hikmah yang tidak terhitung jumlahnya, hikmah yang tentu saja direncanakan dan diinginkan oleh Allah swt, sebagaimana firman Allah swt di dalam Al Quran yang artinya:

“… (tetaplah atas) fitrah Allah swt yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah swt.” (QS. Ar Ruum (30): 30)

Demikian dikatakan oleh ‘Abdullah Nashih ‘Ulwan dalam bukunya yang berjudul “Islam dan Cinta”
Sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin, mustahil Islam melupakan masalah cinta yang merupakan salah satu akar perdamaian antar sesama manusia ini. Islam yang mengemban misi sebagai rahmat atau kasih sayang bagi seluruh alam sangat mengakui peranan dan keberadaan cinta di hati setiap manusia.

Islam tidak memandang cinta sebagai satu hal yang kotor atau hina. Dan cinta itu sendiri memang tidak akan pernah bisa kotor, karena Allah swt telah menetapkannya sebagai salah satu fitrah bagi manusia. Hanya saja, dalam kehidupan ini banyak orang yang sudah salah kaprah, mereka telah berusaha menodai dan mengotori cinta dengan mengobral nafsu kotor atas nama cinta. Namun sekali lagi, cinta tidak pernah kotor dan tidak akan pernah dapat dikotori, karena Islam telah menempatkan ditempat yang suci, yaitu di dalam nurani.

www.syahadat.com